Semalam aku masukkan rinduku
ke dalam lemari es,
supaya ia tidak cepat basi
dan bisa kupakai ulang di musim kemarau.
Tapi pagi tadi
ia berubah jadi es batu
berbentuk wajahmu.
Kubuat teh manis,
kutaruh satu.
Kau pun mencair
pelan-pelan
di antara tegukan dan kutukan.
Rindu itu kemudian menyelinap
ke dalam kipas angin,
meniupkan napasmu
ke ketiakku yang sepi.
Aromanya seperti peluh masa lalu
yang belum dibayar lunas.
Aku sempat menaruh rinduku
di dalam termos nasi.
Kuharap ia tetap hangat.
Tapi malah mendidih,
dan menumpahkan kenangan
ke seluruh piring
yang tak pernah kita cuci bersama.
Aku sudah capek,
jadi kukubur saja rindu ini
di pot bunga plastik,
tapi ia tumbuh jadi kaktus
yang selalu tertawa tiap kupeluk.
Dan sekarang,
setiap aku mencoba buang air kecil,
rindu itu keluar duluan,
menari-nari di udara
seperti semprotan parfum murahan
yang tak pernah bisa lupa
tubuh siapa yang dulu membuatnya hidup.