Untuk Tuhan

Yang Mulia Tuhan yang katanya Maha Tahu, atau siapa pun yang bisa nyampein ini ke Dia, Aku menulis surat ini di bawah kolong ranjang, pakai buku catatan Matematika yang cuma ada coretan “1+1=2”. Pensilnya pendek, udah kepotong dua kali gara-gara aku pakai buat ngupil. Tapi ya sudahlah, hidup juga katanya pendek, jadi kenapa pensilku enggak boleh?

Aku anak umur sebelas tahun. Namaku Bagas, tapi di rumah dipanggil “Le” kayak kambing. Di musholla aku dipanggil “santri”. Di sekolah? Ya cuma “eh kamu, minggir.” Setiap hari aku bangun jam lima subuh. Dan ibu sering nyiramku pakai air yang katanya udah dicampur doa. Baunya kayak kaki kakek yang kesiram kencing sendiri. Aku disuruh salat. Katanya, “kalau kamu gak salat, nanti Allah murka!” Tuhan, benarkah Engkau segalak itu? Aku baru bangun tidur, belum ngupil, belum ngulet, udah dituduh bisa bikin Tuhan marah. Kadang aku heran, Tuhan tuh Tuhan atau tukang parkir yang gampang ngamuk kalau enggak dikasih receh?

Sesudah salat subuh (yang kadang aku cuma takbir doang terus tidur lagi sambil duduk), aku disuruh ngaji. Sama Ustaz Romli, yang punya gigi emas satu dan gigi palsu lima. Kalau dia ngomong “taqwa”, ludahnya nyiprat sampe jidatku. Dia bilang aku harus jadi anak sholeh. Katanya, anak sholeh itu disayang Allah, masuk surga, dan bisa nyariin orangtuanya di akhirat. Tapi aku mikir, kalau anak harus nyari orangtuanya di akhirat, berarti Tuhan nyebar-nyebarin kita kayak main petak umpet?

Kemarin aku ke warung. Beli ciki. Lalu aku dimarahi. Katanya haram. Aku tanya kenapa? “Karena isinya enggak ada label halalnya!” Terus aku liat Bapak makan sate kelinci depan rumah. Itu halal? Emang Tuhan suruh kita makan binatang lucu yang kupingnya panjang dan mukanya kayak boneka? Aku mulai curiga, jangan-jangan yang namanya halal itu bukan dari Tuhan, tapi dari tukang cap.

Kadang aku juga tanya kalau Tuhan Maha Adil, kenapa aku dapat jatah tidur di lantai, sementara kakakku tidur pakai kasur spring bed? Katanya biar aku belajar jadi laki-laki tangguh. Tapi tiap malam dia yang nangis karena diputusin pacarnya, sementara aku cuma ngeluh karena kena dingin. Dan kenapa Tuhan tega bikin aku pipis di celana waktu salat magrib? Sebab itu ibu langsung tampar aku pakai mukena basah. Sumpah, lebih sakit daripada kena batu. Tapi katanya itu bentuk cinta. Jadi Tuhan, apakah cinta itu memang harus bikin kepala benjol?

Kemarin aku nekat nanya ke Ustaz Romli: “Ustaz, kenapa kita harus percaya semua yang dibilang ustaz?” Lalu aku dipukul pakai penggaris besi. Dibilangnya aku durhaka. Tapi sesungguhnya, aku cuma pengin ngerti. Masa anak sebelas tahun enggak boleh tanya?

Katanya semua yang baik itu dari Tuhan, dan semua yang buruk itu dari setan. Tapi, waktu aku dapet nilai jelek dan disiksa pake sapu lidi, aku bingung, itu dari siapa? Tuhan? Setan? Atau ibuku sendiri?

Tuhan, aku belum pernah lihat Engkau. Tapi aku sering lihat gambar Ka’bah, sajadah bergambar masjid, dan poster “Ayo ke Surga sebelum terlambat!” Gambar surganya indah. Ada sungai susu dan bidadari. Tapi aku alergi susu, dan aku masih takut sama perempuan karena pernah dilempar batu sama Wati gara-gara bilang dia cantik. Kalau di surga ada bidadari, kenapa enggak dikasih robot aja? Setidaknya robot  nggak marah-marah cuma gara-gara dibilang pipinya tembem. Kadang aku mau protes. Tapi emak bilang, “kalau kamu banyak nanya, nanti enggak lulus madrasah.” Jadi aku diam.

Tuhan, aku sering merasa kayak ayam dikandang, disuruh ini-itu, dilarang ini-itu, digiring ke arah kiblat, tapi enggak pernah ditanya, “kamu mau?” Setiap kali aku mau main, dibilang haram. Mau nonton TV, dibilang maksiat. Mau nyanyi, dibilang bid’ah. Mau tidur siang, dibilang malas. Jadi, sebenarnya apa yang boleh dilakukan oleh anak sebelas tahun? O iya, waktu aku bilang ke emak bahwa aku mau jadi pelukis, dia langsung lemparkan Al-Quran ke kepalaku. Katanya haram gambar makhluk hidup. Tapi waktu kakakku gambar hati dan tulis “I Love You” di buku cewek sebelah rumah, enggak ada yang marah. Jadi Tuhan, cinta itu boleh digambar, tapi kucing enggak boleh? Aku makin bingung. Sesungguhnya, aku enggak ingin jadi anak durhaka. Tapi aku juga enggak mau jadi anak robot. Aku ingin tahu kenapa Tuhan enggak mau dijelaskan pakai logika. Emak bilang: karena Tuhan itu misteri. Tapi kenapa misteri harus selalu disambut dengan tamparan?

Tuhan, tolong bilang ke malaikat-malaikatMu, jangan buru-buru catat dosa. Kadang aku ngupil sambil baca Al-Fatihah bukan karena menghina, tapi karena gatel. Dan tolong jangan marahin aku kalau aku salat sambil ngebayangin ayam goreng. Soalnya aku lapar. Aku cuma anak sebelas tahun yang capek disuruh percaya. Dan Tuhan, kalau nanti aku mati, tolong jangan tanya-tanya aku di dalam kubur. Aku sering lupa nama malaikat, dan aku takut salah jawab dan disetrum. Sesungguhnya, aku cuma pengin tidur tenang malam ini, tanpa mimpi dimakan api neraka, tanpa suara ibu yang bentak-bentak pakai ayat. Kalau boleh, Tuhan, izinkan aku jadi bocah biasa. Yang boleh tertawa. Yang boleh bertanya. Yang boleh bau matahari dan debu. Dan kalau memang Engkau Maha Tahu, Tuhan, kau pasti tahu bahwa yang kutulis ini bukan surat dosa. Namun surat dari bocah yang lelah. Bocah yang ingin sekali, sekali saja, dicintai bukan karena harus jadi anak baik, tapi karena aku masih anak-anak.

Salam, Bagas
(Anak yang katanya tak tahu apa-apa, tapi sering disuruh berdoa)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top